·
Pengertian CMM
Capability Maturity Model disingkat CMM Merupakan mekanisme
kualifikasi sebuah software development
house yang dapat memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan tersebut
dalam melakukan development software.
Dalam arti lain, Capability Maturity
Model disingkat CMM adalah suatu model kematangan
kemampuan (kapabilitas) proses yang dapat membantu pendefinisian dan pemahaman
proses-proses suatu organisasi. Pengembangan model ini dimulai pada tahun 1986 oleh SEI (Software Engineering Institute) Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Universitas Carnegie Mellon di Pittsburgh, Amerika
Serikat.
CMM awalnya ditujukan sebagai suatu alat untuk secara objektif menilai
kemampuan kontraktor pemerintah untuk
menangani proyek perangkat lunak yang diberikan. Walaupun
berasal dari bidang pengembangan perangkat lunak, model ini dapat juga
diterapkan sebagai suatu model umum yang membantu pemahaman kematangan
kapabilitas proses organisasi di berbagai bidang. Misalnya rekayasa perangkat lunak, rekayasa sistem, manajemen
proyek, manajemen risiko, teknologi informasi, serta manajemen sumber daya manusia.
Secara umum, maturity model biasanya
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Proses pengembangan dari suatu organisasi
disederhanakan dan dideskripsikan dalam wujud tingkatan kematangan dalam jumlah
tertentu (biasanya empat hingga enam tingkatan)
2. Tingkatan kematangan tersebut dicirikan dengan
beberapa persyaratan tertentu yang harus diraih.
3. Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara
sekuensial, mulai dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhiran (tingkat
terakhir merupakan tingkat kesempurnaan)
4. Selama pengembangan, sang entitas bergerak maju dari
satu tingkatan ke tingkatan berikutnya tanpa boleh melewati salah satunya,
melainkan secara bertahap berurutan.
·
Definisi Harafiah
1. Capability : menjadi kapabilitas yang berarti kemampuan yang
bersifat laten. Capability lebih mengarah kepada integritas daripada
kapabilitas yang berarti itu sendiri.
2. Maturity : matang / dewasa . Matang merupakan hasil proses,
sedangkan dewasa merupakan hasil dari pertumbuhan.
Model : suatu penyederhanaan yang representatif
terhadao keadaan di dunia nyata
·
Tujuan CMM
Tujuan penggunaan CMM adalah membuat ujian saringan masuk BAGI KONTRAKTOR YANG MENDAFTARKAN DIRI UNTUK
MENJADI KONSULTAN.
·
Nilai-nilai yang dilihat dalam pengukuran CMM
1. Apa yang diukur ( parameter )
2. Bagaimana cara mengukurnya ( metode )
3. Bagaimana standar penilaiannya ( skala penilaian )
4. Bagaimana interpretasinya ( bagi manusia )
·
Kegunaan CMM
1. Untuk menilai tingkat kematangan sebuah organisasi
pengembang perangkat lunak.
2. Untuk menyaring kontraktor yang akan menjadi
pengembang perangkat lunak
3. Untuk memberikan arah akan peningkatan organisasi bagi
top management di dalam sebuah organisasi pengembang perangkat lunak.
4. Sebagai alat bantu untuk menilai keunggulan kompetitif
yang dimiliki sebuah perusahaan dibandingkan perusahaan pesaingnya.
·
Tahapan dalam CMM
Tahapan dalam CMM
1. Initial Level
Level ini hiasa disebut anarchy atau chaos. Pada
pengembangan sistem ini masing – masing developer
menggunakan peralatan dan metode sendiri. Berhasil atau tidaknya tergantung
dari project teamnya. Project ini seringkali menemukan saat –
saat krisis, kadang kelebihan budget dan di belakang rencana. Dokumen sering
tersebar dan tidak konsisten dari satu project
ke project lainnya. Level initial
bercirikan sebagai berikut :
• Tidak adanya
manajemen proyek
• Tidak adanya quality assurance
• Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan (change management)
• Tidak ada dokumentasi
• Adanya seorang guru/dewa yang tahu segalanya tentang perangkat lunak yang dikembangkan.
• Sangat bergantung pada kemampuan individual
• Tidak adanya quality assurance
• Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan (change management)
• Tidak ada dokumentasi
• Adanya seorang guru/dewa yang tahu segalanya tentang perangkat lunak yang dikembangkan.
• Sangat bergantung pada kemampuan individual
2.
Repeatable
level
Proses project
management dan prakteknya telah membuat aturan tentang biaya projectnya, schedule, dan funsionalitasnya. Fokusnya
adalah pada project management bukan
pada pengembangan sistem. Proses pengembangan sistem selalu diikuti, tetapi
akan berubah dari project ke project. Sebuah konsep upaya dibuat
untuk mengulang kesuksesan project
dengan lebih cepat. Level Repeatable
bercirikan sebagai berikut :
• Kualitas perangkat lunak mulai bergantung pada proses bukan pada orang
• Ada manajemen proyek sederhana
• Ada quality assurance sederhana
• Ada dokumentasi sederhana
• Ada software configuration managemen sederhana
• Tidak adanya knowledge managemen
• Tidak ada komitment untuk selalu mengikuti SDLC dalam kondisi apapun
• Tidak ada statiskal control untuk estimasi proyek
• Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.
3. Defined level
Standard proses pengembangan sistem telah dibeli dan
dikembangkan dan ini telah digabungkan seluruhnya dengan unit sistem informasi
dari organisasi. Dari hasil penggunaan proses standard, masing – masing project
akan mendapatkan hasil yang konsisten dan dokumentasi dengan kualitas yang baik
dan dapat dikirim. Proses akan bersifat stabil, terprediksi, dan dapat diulang.
Level Defined bercirikan :
• SDLC sudah dibuat dan dibakukan
• Ada komitmen untuk mengikuti SDLC dalam keadaan apapun
• Kualitas proses dan produk masih bersifat kwalitatif bukan kualitatif (tidak terukur hanya kira-kira saja)
•Tidak
menerapkan Activity Based Costing
• Tidak ada mekanisme umpan balik yang baku
• Tidak ada mekanisme umpan balik yang baku
4. Managed level
Tujuan yang terukur untuk kualitas dan produktivitas
telah dibentuk. Perhitungan yang rinci dari standard proses pengembangan sistem
dan kualitas produk secara rutin akan dikumpulkan dan disimpan dalam database.
Terdapat suatu usaha untuk mengembangkan individual project management yang
didasari dari data yang telah terkumpul. Level Managed bercirikan :
• Sudah adanya Activity Based Costing dan dan digunakan untuk estimasi untuk proyek berikutnya
• Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan proyek bersifat kuantitatif.
• Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data karena proses pengumpulan data masih dilakukan secara manual
• Cenderung bias. Ingat efect thorne, manusia ketika diperhatikan maka prilakunya cenderung berubah.
• Tidak adanya mekanisme pencegahan defect
• Ada mekanisme umpan balik
5. Optimized level
Proses pengembangan sistem yang distandardisasi akan
terus dimonitor dan dikembangkan yang didasari dari perhitungan dan analisis
data yang dibentuk pada level 4. Ini dapat termasuk perubahan teknologi dan
praktek – praktek terbaik yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas yang
diperlukan pada standard proses pengembangan sistem . Level Optimized bercirikan
:
• Pengumpulan data secara automatis
• Adanya mekanisme pencegahan defect
• Adanya mekanisme umpan balik yang sangat baik
• Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan peningkatan kualitas proses.
selamat pagi kk, untuk ciri2 perlevelnya itu ada sumbernya tidak ya?
BalasHapussaya sedang melakukan riset tentang penggunaan CMMI, bisa dibantu untuk sumbernya mungkin, terimakasih
wah mksih min artikelnya membantu sukses selalu, jangan lupa Kunjungi website kampus saya Deska Endriani di ISB Atmaluhur
BalasHapus